Selasa, 30 Maret 2010

POEM
Satanic Verses

Poem by Yongky

Satanic Verses
You caused many people died
As taking every single head of moslems
Feeding everybody in the world by your controversial verses

Nothing to believe
but something still believe

Demonstration are everywhere
You are not accepted in Islamic country
Everybody there want to burn you,
incinerate and give you a fire to send you hell

Nothing to believe
but something still believe

You are the real SATAN!!
No! It is an angel
An angel for the free thinkers
You are the real darkness!!
No! It is a light
The light for secular people

Who is your mastermind?
Sir Salman Rushdie
The Knight of England

Senin, 29 Maret 2010

CERPEN

Senja Hati Rifty

 oleh : Yongky

“Tidak bisa ayah,  aku tidak mau. Pikiran itu terlalu primitif. Kalau kita tetap mempertahankan pikiran seperti itu, kita dan juga semua manusia tidak akan maju dan tetap lari di tempat. Kita akan hidup di masa depan. Masa lalu hanyalah sebuah pengalaman yang harus ditinggalkan dan kita hanya bisa memperbaikinya di masa yang akan datang.”

Itulah kata-kata terakhir  yang  diucapkan Rifty kepada ayahnya sebelum memutuskan untuk pergi dari rumah. Sudah sebulan semenjak kata-kata itu terlontar dari mulutnya dia tidak pernah bertemu ayah, ibu dan keluarganya lagi.

 

            Rifty adalah perempuan yang pendiam. Rambutnya lurus sebahu dengan potongan poni yang miring ke kiri. Matanya sering terlihat kelelahan karena terlalu banyak membaca buku sampai kurang istirahat. Penampilannya keren dengan gaya berpakaian layaknya rockstar. Celana panjang yang ketat ke bawah, sabuk, rantai dengan jaket jumper hitam bertuliskan Electrohell. Begitu biasanya dia berpakaian. Wajahnya bersih dan cantik. Tidak heran kalau banyak teman-teman lelaki yang menyukainya. Tap belum ada diantara mereka yang sanggup mengalahkannya ketika berdebat masalah filsafat. Rifty sangat menyukai buku-buku filsafat seperti buku karya Karl Marx, Socrates, Plato, Aristoteles dll. Prinsip dalam hidupnya adalah dia meyakini sesuatu berdasarkan ilmu pengetahuan, logika dan alasan yang kuat. Dia tidak mau keyakinannya dipengaruhi oleh otoritas, tradisi dan dogma atau doktrin dari orang lain. Saat ini status Rifty adalah mahasiswa semester 2 di Fakultas Sastra UNEJ.

 

Rifty sekarang tinggal di rumah kontrakan Gyko. Mereka tinggal bersama di Kuta Bali. Gyko adalah teman SMA Rifty. Dia adalah perempuan yang gaul yang haus akan modernitas kehidupan. Dia bekerja sebagai bartender di salah satu bar kecil di Poppies Lane 2 di Kuta Bali. Tetapi Gyko adalah perempuan muslim yang taat beribadah. Pekerjaan kesehariannya tidak membuatnya terpengaruh akan dunia sekuler. Seperti teman-teman lelaki  yang menyukai Rifty, Gyko selalu kalah jika berdebat masalah filsafat dengan Rifty. Tetapi jika menyinggung masalah keyakinan dia adalah lawan yang pantas bagi Rifty.

 

Pukul 12.30, malam yang sepi di rumah Gyko. Seperti biasa Rifty sedang menunggu Gyko pulang sambil membaca buku. Gyko mengetuk pintu dan Rifty langsung membukakannya. “Malam ini kau kelihatan senang Gyko”.  Apakah bosmu menaikkan gajimu?”  Apa kau sudah menemukan pacar baru?” Rifty coba menyapa Gyko. ”Lebih penting dari itu” jawab Gyko dengan senyum kecil. “Ibuku tadi menelfonku dari Jember”. “Aku berbicara panjang lebar dengannya”. “Sudah setahun aku tidak pulang”. “Dan akhir bulan ini aku akan ambil cuti dan pulang ke Jember” Gyko berkata dengan penuh keceriaan. Tetapi Rifty tampak sedih. Dia kelihatannya juga ingin pulang dan berkumpul bersama keluarganya. Dia merindukan suasana seperti itu. “Aku mandi dulu setelah itu kita bicarakan ini, Ok!” suara Gyko membangunkan lamunan Rifty.

 

Di kamar Gyko yang dipenuhi atribut-atribut ibadah dan poster-poster rockstar terkenal, Rifty tidur sambil memandangi Hpnya dan berharap keluarganya akan menghubunginya. Tapi selama sebulan ini tak satupun keluarga yang menghubunginya. Dia pun tetap teguh pada pendiriannya. Gyko membuka pintu kamar dengan pakaian piyamanya dan menemukan Rifty yang sedang menatapi Hpnya. ”Kita mulai dengan masalahmu” Gyko langsung menghampiri Rifty dan duduk berhadapan dengannya. “Sering kita merasa kalau orang itu begitu berharga ketika kita kehilangannya” Gyko mencoba menasihati Rifty. “Kau sudah menjelaskan panjang lebar tentang masalahmu dan aku sudah menasihatimu agar kau pulang dan meminta maaf kepada ayahmu”. “Tapi sebenarnya akar permasalahanmu dengan ayahmu itu apa?”. “Aku sampai sekarang belum paham betul” tanya Gyko dengan penuh keingintahuan.

 

“Apa dasarmu percaya tentang adanya Tuhan?” tanya Rifty. Muka Gyko seakan disemprot air dari selang pemadam kebakaran. Begitu singkat pertanyaannya tetapi langsung menjurus pada hati yang paling dalam. Gyko diam sejenak kemudian dengan tersenyum dia menjawab. “Kau tahu Rifty, aku tidak selamanya percaya Tuhan itu ada”. “Suatu saat aku 100% tidak percaya Tuhan itu ada”. Air muka Rifty kelihatan bingung dengan jawaban Gyko. “Apa maksudmu?”. “Lalu buat apa kau sekarang beribadah kepada Tuhan sedangkan nanti pada akhirnya kau tahu bahwa kau tak percaya Tuhan itu ada” tanya Rifty dengan penuh kebingungan. “Suatu saat nanti aku juga akan meninggalkan agamaku” jawab Gyko. Rifty semakin tidak mengerti. “Suatu saat jika ilmu pengetahuan berhasil menemukan asal-usul dari alam semesta ini”. “Suatu saat jika ilmu pengetahuan juga berhasil menemukan asal-usul dari makhluk hidup yang sangat rumit susunannya, manusia dan rahasia dari keseimbangan alam antara bumi, matahari, planet-planet, bintang beserta keseimbangan seluruh makhluk hidup”. “Dara dulu para filosof dan para pemikir-pemikir bebas dengan bangganya mengatakan Tuhan itu hanyalah konstruksi pikiran manusia”. “Sosok yang dibentuk atas ketidaksempunaan manusia”. Dan sosok yang dibentuk atas ketidakmampuan manusia menjawab pertanyaan akan hal-hal yang tidak masuk akal”. “Semua jawaban itu akan dilemparkan kepada Tuhan”. “Siapa pencipta alam semesta? Tuhan”. Siapa pencipta manusia? Tuhan”. Siapa yang paling sempurna? Tuhan”. “Semua itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang sampai sekarang orang tidak bisa menjawabnya dan mereka melemparkan jawaban itu adalah Tuhan”. “Jawaban itulah yang tidak bisa diterima oleh para pemikir-pemikir bebas karena tidak ada penjelasan yang jelas tentang bagaimana prosesnya dan sangat tidak masuk akal”. “Mereka menyangkal keberadaan Tuhan”. “Tapi mereka tidak dapat membuktikan ketiadaan keberadaan Tuhan”.  “Kalau memang Tuhan itu tidak ada dan tidak punya peran apa-apa dalam penciptaan alam semesta ini, buktikanlah!”. “Siapa atau apa unsur dan zat yang menjadi dasar terciptanya alam semesta?”. “Dari mana zat itu berasal?”. “Bagaimana prosesnya?”. “ Memang ilmuwan-ilmuwan dapat menghitung bagaimana alam semesta dimulai, tetapi ketika mundur ke titik awal dan mendekati waktu nol, tiba-tiba ilmu pengetahuan tidak mampu menjelaskannya. Kapan titik awal penciptaan alam semesta? “Buktikan dengan menemukan jawaban dari itu semua”. “Asal-usul makhlik hidup pun sekarang masih menjadi perdebatan dan sampai sekarang juga ilmu pengetahuan tidak bisa menciptakan makhluk hidup,  yang sangat begitu rumit susunannya,  dengan berbagai percobaannya”. “Jadi sampai sekarang agamalah yang memenangkan perdebatan ini dengan jawaban Tuhanlah yang berperan yang  berada di balik ini semua dan asal usul dari segalanya”.

 

Rifty terdiam setelah mendengar penjelasan itu. Dia tidak mampu untuk mengeluarkan kata-kata apapun dari mulutnya. Dia bagaikan burung yang tegap berdiri di atas pohon dan jatuh oleh tembakan pemburu dan lemas tidak bergerak. Keyakinannya yang teguh selama ini seakan runtuh oleh jawaban Gyko. Dia kemudian berusaha menjawab dengan keyakinannya yang teguh, “Tapi tetap saja Tuhan itu tidak bisa dibuktikan secara ilmiah”. “Memang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah karena Tuhan itu tidak bisa dilogikakan dan karena pikiran manusia itu terbatas sekali untuk membuktikan keberadaan Tuhan. Gyko semakin semangat dalam menjelaskan. “Aku tanya beberapa hal padamu”.  “Apa kau percaya jiwa manusia itu ada?”. ”Setelah mati jiwa itu menghilang”. “Kemanakah jiwa itu pergi?”. “Bisakah ilmu pengetahuan menjelaskan?”. “Begitu banyak bintang-bintang di langit, planet dan benda-benda langit lainnya, planet-planet  semua berputar tetapi kenapa mereka tidak saling bertabrakan”. “Padahal benda-benda yang saling berputar kemunkinan tabrakannya sangat besar”. “Siapa yang mengatur ini semua?”. “Bisakah ilmu pengetahuan menjelaskan?”. “Apakah kau punya akal?”. “Apakah kau punya cinta?”. “Bagaimanakah bentuknya akal dan cinta?”. “Apakah bentuknya menyerupai manusia, menyerupai pohon, atau hanya sekumpulan atom?”. “Ilmu pengetahuan tidak sanggup menjawabnya”. “Inilah buktinya pikiran manusia itu terbatas dan bukan berarti sesuatu yang tidak tampak dan tidak bisa dibuktikan secara ilmiah itu tidak ada”. “Itu semua ada tetapi tidak bisa dilogikakan”.

 

Rifty diam sejenak dan melamun tentang kejadian perdebatan dengan ayahnya sebulan yang lalu. Dengan melempar 3 buku ,God: The Failed Hypothesis, The End of Faith dan The God Delusion, ayahnya marah-marah kepadanya, “Jadi karena buku ini kau tidak mau lagi beribadah”. “Jadi karena ini juga kau sudah tidak pernah lagi ke masjid dan karena ini juga ayah menemukan lambang-lambang atheis di bawah bantalmu”. “Ayah tidak pernah minta apa-apa darimu tetapi begini balasan yang kau berikan kepada ayah”. “Ayah, aku tidak mau keyakinanku berdasarkan pada dogma dan doktrin dari orang lain”. “Aku punya keyakinan sendiri” sanggah Rifty. “Kau sudah sesat”. “Kau tidak percaya adanya Tuhan”. “Tuhan itu ada dan Dia adalah pencipta alam semesta dan seluruh isinya”. “Kau pikir siapa yang menciptakanmu?”. “Atas kehendak siapa kau diciptakan”. “Aku diciptakan atas kehendak ayah dan ibu” Rifty menyanggah dengan cepat. “Apa mukjizat para nabi masih belum cukup untuk membuktikan besarnya kekuatan Tuhan” ayahnya masih tetap marah-marah dan semakin geram kepada Rifty. “Itu semua hanya karangan dan cerita orang-orang agama untuk mendoktrin dan meyakinkan orang-orang bahwa agama merekalah yang paling benar”. “Dan kenapa orang-orang mempercayainya?”. “Karena pikiran mereka waktu itu masih primitif”. “Ayah juga jangan selalu berpikiran seperti itu lagi, ayah jangan mudah percaya karena itu pikiran orang-orang zaman dulu, tidak masuk akal”. “Zaman kita sekarang sudah maju”. “Sudah saatnya berpikir logika, kritis, dan berdasarkan ilmiah”. Setelah itu ayahnya menamparnya dan Rifty pergi dari rumah dengan membawa tasnya.“Rifty…Rifty…Rifty kau tidak apa-apa?”  Gyko mencoba membangunkan lamunan Rifty. “Iya aku tidak apa-apa”. “Aku rasa aku harus menjernihkan pikiranku dulu” Rifty mencoba menjawab. “Besok akan kutunjukkan semua bukti dari omonganku barusan”. “Sekarang lebih baik kau tidur dulu” Gyko coba menenangkan Rifty. “Malam yang melelahkan untuk berpikir lagi” jawab Rifty.

 

Keesokan harinya di pagi yang cerah. Suara ombak pantai yang bergemuruh terdengar samar-samar. Bau dupa yang menyengat menandakan tetangga sebelah sedang menjalankan sembahyang pagi. Para turis-turis memadati jalan Poppies Lane 2, jalan cepat dari Legian menuju pantai Kuta. Mereka membawa selancar dan  bersiap-siap untuk surfing pagi, olahraga laut pagi hari yang biasanya dilakukan oleh tuis-turis untuk bertarung dan mengalahkan ombak pantai. Karena hari ini hari minggu, suasana pantai Kuta jadi lebih ramai dari biasanya. Rifty baru selesai mandi dan bersiap untuk jalan-jalan. “Rifty ayo bangun hari ini kau akan kuajak jalan-jalan dan kau tidak boleh menolak” suara Gyko  membangunkan Rifty. Hari minggu adalah hari libur bagi Gyko. Gyko biasa menghabiskan hari minggu pagi dengan berjalan-jalan keliling Kuta. Ini adalah keempat kalinya Gyko mengajak Rifty jalan-jalan. Minggu-minggu kemarin semua ajakan Gyko ditolak oleh Rifty. Gyko berharap Rifty menerima ajakannya kali ini. “Aku akan menunjukkan sesuatu dari omonganku semalam” kata Gyko meyakinkan. Rifty menjawab dengan lemas dan ngantuk, “Ajakan yang tepat untuk menjernihkan pikiran” sahut Rifty.  Kemudian Rifty bergegas mandi dan bersiap-siap dengan pakaian ala rockstarnya. “Sudah siap Rifty? Ayo kita berangkat” ajak Gyko. Rifty menjawab dengan penuh keseriusan, “Sebaiknya kita jangan melenceng dari tujuan awal kita. Gyko juga tampak serius dengan kata-kata Rifty. “Mencari bule-bule kaya” canda Rifty. “Hahahaha…. “mereka tertawa terbahak-bahak. “Bukan bulenya yang kta incar tetapi dompetnya” Gyko menambahakan. “Hahahahaha…. “ mereka saling tertawa lepas sebelum berangkat.

 

Di sepanjang  jalan Poppies Lane 2 mereka menghampiri kios-kios pakaian dan pernak-pernik ala Bali. Mereka membeli beberapa kaos dan pernak-pernik. “Ambilah sesukamu Rifty, di Kuta ini akulah orang  yang paling kaya” Rifty berkata setengah bangga dan bercanda. “Tentu, semalam aku sudah membuat daftar belanjaku hari ini” jawab Rifty. “Hahahahaha… ” mereka saling bercanda. Gyko membeli kaos, beberapa lukisan dan sebuah poster Jim Morrison. Sedangkan Rifty membeli kaos, syal dan dan pernak-pernik gelang, kalung dan rantai. Rifty juga tidak lupa mengunjungi distro Electrohell milik Bobby, vokalis Superman Is Dead itu. Di sana mereka masing-masing membeli satu kaos Electrohell. Rifty sangat tergila-gila dengan merek Electrohell itu. Di samping desainnya yang ala kematian banget kualitasnya pun juga bagus. “Bali bagaikan surga dunia ya” Rifty memulai pembicaraan. “Tepat sekali bagi orang-orang sekuler” jawab Gyko dengan tersenyum.

 

Mereka kemudian melanjutkan perjalanan, sampai kemudian Gyko berhenti di sebuah tikungan jalan. Di sana terdapat tumpukan batang besi, pasir dan batu-batu  yang sudah lama dibiarkan tidak terurus. Gyko memandangi besi pasir dan batu itu cukup lama. “Apa yang kau lakukan Gyko?” kata Rifty dengan penuh keheranan melihat Gyko. “Bejalan-jalan sepertinya lebih asyik daripada memandangi benda-benda itu” Rifty menambahkan. “Kau tahu Rifty, aku sudah 2 tahun menunggu besi, batu dan pasir ini” jawab Gyko. “Kau sudah gila apa? Buat apa kau menunggunya? Kau menunggu benda-benda itu hilang?”. “Besi, pasir dan batu itu tidak akan bergerak jauh kalau tidak ada yang memindahkannya” kata Rifty yang semakin bingung.  “Aku tidak menunggunya untuk berpindah”. “Aku menunggunya kapan besi, pasir dan batu itu bisa menjadi rumah” balas Gyko. “Kau benar-benar kacau Gyko” . “Besi, pasir dan batu itu tidak akan berubah jadi apa-apa kalau tidak ada orang yang melakukannya” kata Rifty tegas. “Begitu juga alam semesta tidak akan tercipta dengan sendirinya tanpa peran pencipta” Gyko mencoba menjelaskan. Rifty merasa pikirannya  dulu sama bodohnya dengan Gyko yang 2 tahun menunggu besi, batu dan pasir itu untuk menjadi sebuah rumah. “Kau sudah menjawabnya sendiri”. “Semua ada yang menggerakkan” jawab Gyko. Rifty terdiam dan tidak mampu mengucapkan satu katapun dari mulutnya. Kemudian mereka meneruskan perjalanannya lagi.

 

Mereka menuju pantai Kuta. Melihat ombak Rifty langsung teringat akan betapa kejamnya Tuhan memberi bencana tsunami. “Apa pendapatmu tentang tsunami yang melanda pulau Sumatra?”. “Betapa kejamnya Tuhan itu”. “Katanya Tuhan itu sayang kepada makhluknya?”.”Katanya Tuhan itu adil kepada makhluknya?” Rifty mencoba menumbuhkan keyakinannya kembali. Gyko menjawab dengan tersenyum, “Rifty, apakah kau ingin hidupmu datar? Tidak ada konflik apa-apa”. “Apakah kau ingin semua orang menjadi kaya semua? Lalu siapa yang jadi petani?”. “Orang-orang kaya tidak akan bisa makan tanpa jerih payah para petani”. “Orang kaya tanpa orang miskin, mereka tidak akan sanggup hidup begitu juga sebaliknya”. “Kau tahu bagaimana caranya melihat orang itu baik atau tidak”. “Orang tidak akan terlihat baik jika tidak ada orang jahat”. “Orang tidak akan terlihat cantik jika dia berkumpul dengan orang-orang cantik”. “Ok, sekarang kita ibaratkan sebuah lilin, cahaya lilin tidak akan terlihat terang jika ada cahaya lampu, tetapi jika keadaan gelap lilin akan terlihat sangat terang.” Gelap dan terang, kaya dan miskin itulah keseimbangan hidup”. “Kejadian tsunami menunjukkan keseimbangan itu”. “Orang-orang yang kesusahan karena  bencana tsunami ditolong oleh orang-orang yang beruntung karena tidak mengalami hal yang sama”. “Orang-orang yang beruntung itu mencoba membuktikan jiwa sosialnya dengan membantu para korban tsunami”. “Bagaimana mereka dapat menumbuhkan jiwa sosial mereka kalau tidak ada bencana apa-apa”. Dan satu lagi, kadang kita harus memukul seseorang karena kita sayang kepadanya. “Apakah kau ingin hidup senang terus? hidup damai terus tanpa konflik apa-apa?”. “Betapa membosankannya hidup datar seperti itu?”. “Suami istri pun terkadang menginginkan pertengkaran untuk membuktikan cintanya”. ”Kau tahu kenapa tidak ada negara yang yang SDM maju dengan SDA  yang melimpah?”. “Negara Amerika mempunyai SDM yang maju tetapi kekurangan SDA”. “Indonesia mempunyai SDA alam yang melimpah tetapi SDM nya masih kurang. Tuhan sudah cukup adil dengan manusia. ”Berarti sama halnya seperti ayahku yang menginginkan konflik dan ingin aku pergi dari rumah.”  sanggah Rifty. Gyko terdiam sejenak. Matanya terlihat berair. Satu tetes air mata jatuh dari pipi kirinya. Dia menjawab dengan berusaha tegar ”Nanti kau akan tahu betapa pedulinya ayahmu padamu.” .“Gyko kau idak apa-apa? Ada apa denganmu? Apakah ada kata-kataku yang menyakitimu?” Rifty bertanya dengan cemas. “Tidak sama sekali” jawab Gyko. Kemudian Gyko memegang bahu Rifty dan menatapnya “Syukurilah hidupmu sekarang Rifty.” Rifty lalu mengajak Gyko pulang untuk beristirahat.

 

Sesampainya di rumah Gyko hari sudah sore. Gyko langsung bergegas mandi kemudian bergantian menyusul Rifty. Setelah mandi mereka duduk bersebelahan di ruang TV. Rifty coba memulai pembicaraan, “Kau sudah agak baikan Gy..... Sebilah pisau muncul di depan Rifty. Gyko memegang pisau dan mengarahkannya kepada Rifty. Sepertinya Gyko berusaha ingin mambunuh Rifty. Rifty berusaha menjauh dengan melompat dari sofa. “Gyko apa yang kau lakukan? Apakah aku punya salah padamu? Kita bisa bicarakan ini baik-baik. Kenapa kau bertindak sejauh ini tanpa pikir panjang? kata Rifty dengan ketakutan. ”Aku sudah memikirkan ini dengan berbagai kemungkinan” jawab Gyko. Rifty terus berusaha menhidar. Dia melempar apapun yang bisa dilempar untuk menghalangi langkah Gyko. Bantal, buku, sepatu, semuanya dilempar tetapi Gyko tetap mengejarnya dengan sebilah pisau. Rifty teringat film Scream yang tidak akan berhenti mengejar mangsanya sampai dia terbunuh mengenaskan. Tetapi ini bukanlah film. Ini benar-benar nyata. Seorang teman baiknya sedang ingin membunuhnya. Rifty kemudian masuk kamar dan berusaha untuk mengunci pintu kamar. Tetapi gerakan Gyko mendobrak Gyko lebih cepat. Rifty terlempar dari pintu dan akhirnya terjatuh. ”Oh apa yang sebenarnya terjadi pada temanku ini? Dia sangat berbeda. Kelakuannya berubah drastis. Apakah dia kerasukan? Ataukah ada makhluk lain yang mengendalikannya? Aah.. apa-apaan pikiranku ini aku harus tetap berpikir logis.” Rifty bergumam dalam hati. Rifty berlari menuju meja. Dia berusaha mengangkat dan ingin melempar meja itu tetapi dia segera sadar bahwa tindakannya sia-sia karena meja itu terlalu berat. Gyko terus mendekat. Wajahnya begitu seram. Dia seakan mempunyai dendam yang tak terbalaskan selama 100 tahun. Tangan kanannnya menggenggam erat pisau dan mengacungkannya ke arah Rifty. Tidak jelas apa maksud Gyko melakukan ini. Akhirnya Rifty melempar lampu tidur yang berada di atas meja dan tepat mengenai wajah Gyko. Hidung Gyko berdarah. Tetapi bukan behenti mengejar Gyko malah semakin geram dan tambah beringas mengejar Rifty. Lemparan berikutnya adalah sebuah kamus besar Webster dan tepat mengenai perut Gyko. Gyko kesakitan memegangi perutnya. Kesempatan bagi Rifty untuk lari keluar rumah.

 

Rifty berlari dengan nafas terengah-engah keluar dari kamar menuju pintu depan rumah. Begitu tiba di depan pintu untuk segera lari keluar Gyko berjalan menuju  

ke arah Rifty. Rify berusaha membuka pintu. “Sial ternyata dia sudah mempersiapakan semuanya.” kata Rifty geram. Pintu itu terkunci rapat. Gyko semakin mendekat dari arah blakang . Rifty berteriak kepada Gyko, “Gyko! Kalau kau tetap bertindak seperti ini aku semakin tidak percaya Tuhan. Bagaimana mungkin orang beriman sepertimu bertindak sekejam ini. Berarti Tuhan itu kejam. Itu terlihat dari kelakuannmu yang ingin membunuhku!”. Dengan hidung berdarah dan perut yang kesakitan, Gyko mencoba untuk tidak menanggapi kata-kata Rifty dan terus berusaha mendekat. Dia sekarang memegang dua pisau. Rupanya dia semakin tak terkendali. “Sepertinya dia benar-benar kehilangan kesadaran. Apa yang harus kulakukan sekarang?” Gumam Rifty dalam hati. Tidak ada jalan lagi untuk Rifty menhindar. Dia sudah terpojok dan Gyko semakin mendekatinya. Rifty kemudian bergeser dan melompat untuk menghindar tetapi dia tersndung oleh kursi belajar. Kebiasaan Rifty yang selalu menaruh kursi sembarangan ketika selesai membaca buku. Kursi itu menimpa tangan kiri Rifty dan buku-buku berserakan menimpa wajahnya. Kini dia tersandung akibat kesalahannya sendiri. Dia berusaha berdiri lagi tetapi Gyko sudah terlalu dekat. Wajah Gyko yang semakin menyeramkan dengan darah yang mengalir dari hidungnya mencoba mendekat dan mengincar leher Rifty dengan dua pisau di tangan kanan dan kirinya. Sepertinya tidak sempat bagi Rifty untuk menghindar lagi.  Rifty mencoba mengambil sebuah buku dan menutup wajah dan lehernya dengan buku itu. Dia tidak sempat membaca apa judul buku itu tetapi dia berharap dengan buku itu dia dapat mengurangi rasa takutnya karena melihat wajah seram Gyko.

“Tuhan tolong aku! Tuhan lindungi aku! Tuhan.... ” Rifty berteriak ketakutan.

Rifty dan Gyko terdiam selama 30 detik. Suasana yang sepi seperti ketika bumi yang berhenti bergetar karena gempa. Kemudian Rifty mencoba membuka mukanya dan menyempatkan untuk membaca judul buku itu. ”The Origin of Species by Charles Darwin”. Setelah membaca judul buku itu Rifty melihat wajah seram Gyko berubah menjadi senyuman. Gyko tersenyum dengan hidung berdarah dan mencoba berkata, ”Kau sudah mengatakannya. Kau mengatakan bahwa kau membutuhkan Tuhan. Itulah yang dinamakan kebutuhan spiritual. Di saat orang sedang dalam bahaya mereka membutuhkan pertolongan Tuhan, setidaknya itu adalah sugesti untuk menenangkan jiwanya ketika berada dalam bahaya.”

         

           Gyko menjatuhkan kedua pisau dari tangannya dan Rifty segera memeluknya. Rifty memeluk erat dan menangis tersedu-sedu. Sekali lagi Gyko memberikan dia pelajaran yang sangat berharga. Dia berkata dengan terisak-isak,

”Te..ri..ma..  ka..sih.......”

”Te..ri..ma..  ka..sih.......”

Rifty mengusap air matanya tanpa melepaskan pelukannya dan kemudian dia berkata, ”Gyko kau telah memberikan pelajaran yang begitu berharga akan pengetahuan Tuhan. Sekarang aku tidak akan mempertanyakan keberadaanNya lagi. Karena sebenarnya aku masih membutuhkan Tuhan. Aku akan berterima kasih kepada Tuhan karena diberikan teman baik sepertimu dan aku akan meyakini Tuhan tanpa berharap apapun dariNya. Karena Tuhan telah cukup memberikan karunia yang besar kepadaku dan kepada semua ciptaannya. Keseimbangan alam, baik dan buruk dan keadilan yang begitu adil bagi alam semesta. Sekarang semuanya begitu jelas bagiku. Terima kasih Tuhan dan Terima kasih Gyko akan semua hal berharga yang kau berikan.” .Rifty masih memeluk Gyko kemudian diam sesaat dan Gyko melepaskan pelukan Rifty. ”Khususkan terima kasihmu itu untuk ayahmu.” balas Gyko. ”Ayah..!? Ayahku??.... Rifty bertanya dengan kebingungan karena sulit mencerna kata-kata Rifty dengan baik. ”Apa hubungannya semua ini dengan ayahku? Dia orang yang jahat dan tidak peduli dengan nasib anaknya. Itu terbukti selama sebulan ini dia tidak pernah sekalipun menghubungiku. Sama halnya dengan keluargaku. Kenapa aku harus berterima kasih kepadanya?” Rifty bertanya dengan rasa keingintahuan akan alasan yang akan diberikan Gyko. ”Ayahmulah yang merencanakan ini semua. Dia dalang dari semua sandiwara ini. Nasihat-nasihat yang kuberikan semuanya dari ayahmu. Aku masih terlalu muda untuk menjelaskan panjang lebar dan selengkap itu” Gyko coba menjelaskan. ”Tapi bagaimana dia tahu kalau aku berada di sini” Rifty heran dan ingin segera tahu tentang penjelasan lebih lanjut dari Gyko. ”Aku yang menghubunginya, tepat pada malam ketika hari pertama kau berada di sini. Ayahmu menelfonku setiap malam ketika aku berangkat menuju tempat kerjaku. Da selalu menanyakan tentang keadaanmu. Begitu juga dengan ibu dan adikmu. Mereka begitu khawatir dan merasa kehilanganmu. Ayahmu cerita, berkali-kali ibumu memintanya untuk segera menjemputmu, tetapi ayahmu melarang dengan alasan biarlah dia belajar melalui pengalamannya sendiri. Kadang ibumu juga menangis waktu menelfonku karena saking rindunya kepadamu. Dia terus menanyakan kapan kau pulang tetapi ayahmu menyuruhku untuk menahanmu tetap tinggal di sini untuk satu bulan. Satu bulan adalah waktu yang cukup untuk membuatmu paham akan arti kehidupan, kasih sayang dan keyakinan, sampai tiba puncaknya yaitu sandiwara pembunuhan ini. Kau sudah lupa satu hal, ayahmu Prof. D. Anglon adalah ahli Teologi ternama di Indonesia. Ayahmu benar-benar ayah yang cerdas dengan merencanakan ini semua. Gyko menatap Rifty sambil memegang kedua bahunya, ”Besok pagi ayah, ibu dan adikmu akan menjemputmu ke sini. Jadi lebih baik kau mempersiapkan pakaianmu sekarang dan bergegas untuk tidur. Sambutlah mereka besok dengan wajah ceria. Rifty memeluk Gyko sekali lagi kemudian berusaha mengusap darah di hidung Gyko dengan tangannya. ”Korban sandiwara pembunuhan. Korbannya adalah pembunuhnya sendiri” kata Rifty bercanda. ”hahaha.... suatu saat kau harus membayarnya.” balas Gyko.

”oh aku tunggu pembalasannmu dan aku akan melakukan pembunuhan yang sesungguhnya ” balas Rifty tidak mau kalah.

”Hahahaha.... mereka tertawa lepas sebelum pergi ke kamar tidur. Sebelum mematikan lampu tidur yang sudah diletakkan kembali ke tempatnya, Rifty mencoba berkesimpulan, ”Kalau semua orang meyakini Tuhan ada di mana-mana, kita tidak akan berani melakukan kejahatan sekecil apapun. Sugesti-sugesti agama benar-benar dapat mengatur kehidupan manusia menjadi lebih baik”. ”Kau sudah lebih pintar dariku Rify” Gyko menanggapi. Rifty tersenyum dan kemudian mematikan lampu tidur. Rifty mengeluarkan fotonya dan ayahnya beserta dengan keluarganya kemudian menciumnya dan memeluknya kemudian dia tertidur.

 

          Keesokan harinya Rifty terbangun di pagi hari. Pukul 7 pagi sinar matahari telah memasuki kamar melalui jendela yang terbuka. Seperti biasa Rifty mendapati tempat tidur Gyko kosong. “Gyko mungkin sudah mandi duluan” kata Rifty dalam hati. Hampir setiap malam Rifty mendapati bantal Gyko basah karena air mata. “Apakah dia menangis hampir setiap malam?” gumam Rifty. “Mungkin dia sangat rindu akan keluarganya diJember. Dia mungkin sudah lama tidak pulang. Terbukti dia begitu senang ketika kemarin bercerita tentang ibunya waktu menelfonnya. Dia bercerita panjang lebar dengan ibunya dan berencana akan segera pulang ke kampung halamannya di Jember. Mungkin aku bisa mengajaknya pulang bersama hari ini”. Tetapi hati Rifty merasa tidak enak. Rifty merasa ada sesuatu yang Gyko sembunyikan. Kemudian Rifty memberanikan diri untuk membuka bantal Gyko dan ingin mengetahui ada apa di balik bantalnya yang basah itu.

 

           Sambil pelan-pelan mengangkat bantal Gyko, Rifty berharap tidak ada apa-apa di balik bantal itu yang membuat Gyko menangis hampir tiap malam. Ternyata dibalik bantalnya ada selembar foto Gyko bersama ayah, ibu dan kedua adiknya. Hal yang tidak begitu menherankan dan wajar bagi Gyko yang rindu akan keluarganya. Tetapi ada satu hal lagi yang membuat Rifty seakan-akan sedang menghirup gas beracun dan sulit untuk bernafas dalam beberapa saat. Buku harian Gyko yang terbuka. Di bagian yang terbuka itu terdapat tulisan,

”UNTUK AYAH, IBU, DAN KEDUA ADIKKU, NORN DAN W.DAB MALAM INI ADALAH MALAM 1 TAHUN SEMENJAK KEPERGIAN KALIAN. SEMENJAK KALIAN PERGI MENINGGALKAN DUNIA INI AKU MERASA AKU HARUS MEMULAI SEMUANYA DARI AWAL. KESENANGAN DAN KEBERSAMAAN YANG DULU TERCIPTA BERSAMA KALIAN TELAH DIAMBIL OLEH SANG PENCIPTA. AKU YAKIN KALIAN DI SANA TIDAK MENGINGINKANKU UNTUK SEGERA MENYUSUL KALIAN. TETAPI HATIKU SEAKAN SUDAH MATI SEMENJAK KALIAN PERGI. YANG SEKARANG AKU BISA LAKUKAN ADALAH MENDOAKAN KALIAN DAN TERUS MENJALANI HIDUP INI. SEMOGA AKU BISA MEMBUAT KALIAN BANGGA. SEMOGA AKU BISA MEMBERIKAN SESUATU PADA KALIAN DI ALAM SANA DAN SEMOGA TUHAN MEMBERIKAN KEBAHAGIAAN BAGI KALIAN SEPERTI DOA YANG SELALU AKU PANJATKAN SETIAP MALAM. AKU BENAR-BENAR MERINDUKAN KALIAN....

Muka Rifty seperti ditampar oleh tangannya sendiri. Bibirnya menganga. Air matanya mulai mengucur deras dari kedua bola matanya. Mukanya merah. Kedua pipinya basah karna air mata. Dan beberapa tetes air mata jatuh tepat di atas tulisan-tulisan itu. ”Jadi ternyata ayah ibu dan kedua adik Gyko sudah meninggal. Apa maksudnya dia akan segera pulang dan bertemu keluarganya?” . Rifty teringat kata-kata Gyko semalam ”Ayahmulah yang merencanakan sandiwara ini semua. Semua nasihat-nasihat yang kuberikan semua dari ayahmu. Ayahmu benar-benar ayah yang cerdas dengan merencanakan ini semua.”. ”Jadi Gyko berpura-pura berencana untuk bertemu keluarganya. Gyko berpura-pura bahagia saat menceritakan tentang ibunya yang menelfon waktu itu. Gyko berpura-pura demi menjalankan sandiwara yang direncanakan ayahku, demi menumbuhkan rasa kasih sayang dan kerinduanku akan keluargaku.” Rifty merasa begitu berharga dan berjasanya Gyko dalam hidupnya.

 

           Tiba-tiba suara pintu mengagetkan lamunan Rifty. ”Tenggelamnya kapal motor di selat Bali tahun kemarin. Hanya 5 orang yang selamat.” . Kata-kata Gyko sungguh mengagetkan Rifty. Rifty lalu berlari dan langsung memeluk Gyko. ”Kenapa kau tidak cerita kepadaku? Apa kau sudah tidak menganggapku sebagai sahabat? Apa kau suda tidak menginginkan aku jadi sahabatmu?” Rifty berkata dengan air mata yang tidak berhenti bercucuran di kedua pipinya. ”Kita sudah tidak berhubungan lagi sejak lulus SMA. Terakhir kali kau menghubungiku sebulan lalu dan meminta untuk tinggal di sini bersamaku.Dan dimulailah sandiwara itu.” .Gyko menyesal karena dia terlalu egois dengan perasaannya sendiri dan tidak peduli dengan apa yang terjadi pada Gyko selama mereka berpisah sejak lulus SMA. ”Maafkan aku Gyko. Aku terlalu mementingkan masalahku sehingga aku tidak memperhatikanmu. Aku tidakmau berpisah denganmu Gyko. Kau adalah sahabat terbaikku. Kau pasti merasa sendirian selama setahun ini. Aku bersedia menemanimu tinggal di sini.” Rifty terus berkata dengan menangis tanpa melepaskan pelukannya. Lalu Gyko berkata, ”Jangan Rifty, ayah, ibu dan adikmu sedang dalam pejalanan ke sini. Mereka akan membeikanmu kasih sayang yang lebih daripada kau tinggal di sini. Kau mau mengabulkan permintaanku kan untuk kembali pulang bersama keluargamu? Jangan sia-sia kan mereka. Syukurilah kehidupanmu yang sekarang.”. Rifty terdiam sejenak berusaha mencerna kata-kata yang diucapkan Rifty. ”Apa ayahku tahu tentang ini semua?” tanya Rifty. ”Ayahmu menelfonku pagi ini, karena sandiwara ini sudah berakhir tadi malam, jadi aku menceritakan semuanya termasuk hal ini. Dia akan tiba sesaat lagi.” Gyko coba menjelaskan. Rifty merasa tubuhnya lemas dan tidak mampu berdiri lagi. Pelukannya terhadap Gyko mulai mengendur.Matanya menjadi kabur. Dan sesaat kemudia dia jatuh pingsan, karena tidak kuat menerima kenyataan ini.

 

          Satu jam berlalu setelah Rifty pingsan. Suara di ruang tamu Gyko tedengar agak  berisik. Sura tawa, canda dan kebahagiaan campur aduk menjadi satu. Rifty terbangun karena mendengar suara tawa yang tidak asing lagi baginya. Suara tawa yang sering didengar Rifty ketika berkumpul bersama keluarganya. Suara tawa yang sangat khas dan hanya dimiliki oleh sang ahli Teologi Prof. Dr. D. Anglon yang juga adalah ayahnya sendiri. Rifty kemudia bangun dari tempat tidurnya dan bergegas keluar kamar.Di ruang tamu Rifty mendapati Gyko sedang berbincang dan bercanda bersama ayah, ibu dan adik Rifty. Adiknya, Orbert segera berlari ke arah Rifty dan Rifty segera mengangkat dan menggendongnya. Tawa Orbert bgitu riang dan bahagia ketika digendong Rifty. Rifty kemudian berjalan dan mendudukkan adiknya di sofa kemudian dia segera memohon maaf dengan berlutut kepada ibunya. Rify kemudian memeluk adiknya dan terakhir dia berlutut di depan ayahnya untuk meminta maaf. Rifty kemudian menoleh kepada ibunya, lalu adiknya, dan terakhir ayahnya. ”Ayah, ibu dan adikku kalian adah harta berharga yang diberikan Tuhan kepadaku. Aku minta maaf karena telah menyia-nyiakan kalian selama ini.” Rifty menangis tersedu-sedu sambil tetap menunduk dan berlutut di depan ayahnya. Kemudian ayah Rifty mengusap air matanya sambil tesenyum dan berkata, ”Berbahagialah karena kau akan mendapatkan saudara baru sekaligus sahabat berharga yang akan tinggal bersama kita”. Rifty kebingungan dan kesulitan dalam mencerna kata-kata ayahnya. ”Gyko telah ayah angkat menjadi anak angkat ayah dan dia telah menyetujuinya”. Rifty menatap ayahnya dan kemudian menoleh kepada Gyko. Air matanya mulai menetes lagi, tapi kali ini adalah air mata bahagia. Rifty kemudian langsung memeluk Gyko. ”Terima kasih Tuhan, terima kasih Gyko dan terima kasih kalian semua yang telah menyadarkanku akan berharganya arti sebuah keluarga dan sahabat. Gyko kemudian tersenyum dan berkata, ”Jangan nangis terus, masak Punk Rock Star nangis sih”. Sambil melepaskan pelukan Rifty, Gyko berkata, ”Ingat, kau harus membayar hidungku yang berdarah semalam”. Rifty tersenyum kecil sambil mengusap air matanya sendiri. Dan kemudian dia menoleh kepada ayahnya dan bertanya, ”Ayah, bagaimana ayah bisa mengajak dan meyakinkan Gyko untuk tinggal bersama kita?”. Kemudian ayahnya menjawab tanpa berfikir, ”Masalah meyakinkan orang serahkan kepada ayahmu. Seperti yang ayah lakukan padamu ayah juga berhasil meyakinkan sahabatmu. Hahaha..” Ayah Rifty berkata sambil menepuk dadanya, menunjukkan dia bangga akan keberhasilannya dalam meyakinkan 2 orang yaitu anaknya dan sahabat anaknya. ”Rumah Manson kita pasti akan bertambah ramai dengan kehadiran Gyko” kata ayah Rifty. Sore harinya setelah beristirahat mereka berlima berangkat pulang kembali ke Jember dengan mobil Audi milik ayah Rifty. Sebulan kemudian Gyko mengikuti ujian SNMPTN dan keterima di Fakultas Sastra jurusan sastra inggris UNEJ. Salah satu alasan kuat Gyko menerima ajakan ayah Rifty adalah ajakan untuk bergabung dengan Religious Free Thinker. Sebuah ikatan persaudaraan yang bertujuan untuk menyatukan konsep agama dan ilmu pengetahuan. Yang diketuai oleh ayah Rifty sendiri. Gyko sudah lama mendengarnya dan begitu sangat mengagumi ikatan persaudaraan itu.

 

 

 

                                                                                                                                     

Laman