Selasa, 05 Juli 2011

Pulang


“…. aku tidak akan berhenti berharap dan terus menunggu kedatanganmu untuk kembali pulang. Begitulah janjiku padamu. Dan ku harap kau juga segera pulang untuk memenuhi janjimu. Semoga kita bisa terus bersama selamanya… Nesty”. Bait terakhir dari surat kekasihku yang ku baca berulang-ulang. Aku duduk terdiam di dalam ruangan yang remang-remang. Ku lihat jam menunjukkan pukul 2 pagi. Ku pikir semua orang di ruangan ini masih tidur karena tidak ada suara sama sekali. Ku beranjak dari tempat duduk dan ku melihat seorang wanita yang sedang menangis. Ku hampiri wanita itu, “mbak kenapa menangis? Keadaan sudah tidak dapat dirubah mbak.”. Wanita itu terus menangis tanpa berkata apapun. Aku mencoba berjalan menuju ruangan paling depan. Kelihatannya pintunya tidak dikunci sehingga aku dapat membukanya. Di dalam ruangan ku lihat ada empat lelaki yang juga menangis. Ku tanya salah satu dari mereka, “Pak apa keadaan sudah tidak dapat ditangani lagi? Apa semuanya sudah pasti?” . “Iya dik kami semua di sini sudah pasrah dan menyerah.” Jawab laki-laki itu.

Kemudian aku keluar dari ruangan itu dan pergi ke ruangan lain. Di sepanjang jalan menuju ruangan aku melihat banyak orang berpelukan. Ada sepasang suami istri yang memeluk anaknya. Ada sekelompok wanita yang berpelukan sambil menangis. Sampai di ruangan yang ku tuju pemandangannya tidak jauh berbeda. Kemudian ku kembali ke ruangan tempat dudukku semula. Aku kembali memandangi surat dari kekasihku dan ku baca sekilas. Ku berkata dalam hati, “Maafkan aku Nesty, aku tidak bisa memenuhi janjiku. Aku akan pulang tetapi tidak pulang kepadamu.”. Setelah itu aku memejamkan mata mencoba untuk lebih menenangkan diri dari pengumuman 10 menit yang lalu. Pengumuman bahwa pesawat ini akan segera jatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Laman