Oleh : Yongky
Apa
yang terjadi, terjadilah…
Yang dia tahu Tuhan penyayang umatnya…
Apa yang terjadi, terjadilah…
Yang dia tahu hanyalah menyambung nyawa…
Barangkali bait lagu Kupu-Kupu Malam tersebut bisa mewakili isi pesan
yang ingin disampaikan dalam film Kamar 69. Film yang bercerita tentang
sisi kehidupan seorang pelacur muda yang mengalami berbagai polemik kehidupan.
Karena dia hanya membutuhkan uang untuk menyambung hidupnya. Pandangannya
menjauhkan dia dari sisi agama yang tidak mampu membuatnya lebih baik. Pertentangan
batin semacam ini diwarnai dengan unsur personality disorder yang
dialaminya dan yang dihadapinya tidak lain tidak bukan adalah dirinya sendiri.
Ketika banyak orang menyalahkan seorang pelacur tidakkah semua itu berdasarkan
pandangan mereka. Sudahkah mereka melihat dari sudut pandang si pelacurnya
sendiri sebelum sampai pada tuduhan menyalahkan. Semua orang boleh menyalahkan
asal mereka bisa membenahi apa yang dianggapnya salah. Seorang pelacur
mempunyai pembenarannya sendiri atas pilihannya. Dan jika orang menganggapnya
salah hal itu juga berdasarkan pembenarannya sendiri. Tidak ada yang salah
kecuali kita yang membuatnya salah. Tidak ada yang benar kecuali kita yang
memaknainya benar. Semua hal di dunia adalah nihil. Kitalah yang membuatnya
berisi.
Filma kamar 69 menyajikan sebuah cerita tentang sebuah makna kehidupan dari
sisi seorang pelacur. Bahwa hidup itu bukanlah pilihan tetapi hidup itu
memilih. Setiap pilihan harus bisa dipertanggungjawaban karena setiap pilihan
memiliki resikonya masing-masing. Seseorang akan merugikan dirinya sendiri
ketika dia menyerah atas pilihannya. Maka selesaikanlah apa yang sudah kamu
mulai.
Beberapa elemen internal dan external kehidupan dimainkan dalam film ini.
Elemen yang dominan adalah beberapa personality disorder yang dimasukkan
untuk membentuk karakter tokoh utama yaitu si pelacur. Salah satu kekuatan kuat
pembentuk cerita adalah mengkonstruksi karakter yang kuat. Karakter yang kuat
memperlihatkan bahwa suatu cerita digarap dengan matang. Karena untuk membentuk
suatu karakter yang kuat dibutuhkan unsur-unsur yang cocok dan sinkron sehingga
dari pondasi sampai atap karakter itu tersusun dari unsur-unsur yang
berkualitas.
Scopophilia dan Voyeurism
Berawal dari psikoanalisa Freud bahwa pikiran manusia terdiri dari
kesadaran (conscious) dan bawah sadar (unconscious) yang kemudian dikembangkan
menjadi bentuk alam bawah sadar manusia yang ditunjukkan melalui perilaku.
Salah satu bentuk perilakunya adalah scopophilia yaitu suatu bentuk kesenangan
mengintip sesorang. Kesenangan ini muncul karena alam bawah sadar yang
menggerakkannya. Alam bawah sadar yang menekan seksualitas muncul dalam
bentuk-bentuk lain. Karena seseorang tidak mampu untuk melakukan kesenangan
seks misalnya maka keinginan seks itu akan ditekan dan disimpan dalam alam
bawah sadar. Keinginan ini selalu berusaha untuk keluar dari tekanan tersebut
dan suatu saat akan keluar melaui perilaku untuk memuaskan keinginan tersebut.
Dan bentuk keinginan seks dalam perilaku tidak harus berhubungan seks tetapi
perilaku lain yang bisa memuaskan hasrat seksnya salah satunya yaitu perilaku
scopophilia.
Warna perilaku scopophilia ini dimasukkan dalam karakter si laki-laki yang suka
mengintip atau melihat dari jauh si pelacur. Menurut analisa psikologi si
laki-laki tersebut memiliki hasrat seks yang terpendam dan ditunjukkan dengan
perilaku mengintip. Si laki-laki berpelikaku seperti itu untuk memuaskan
keinginan seksualnya yang ditekan dalam alam bawah sadarnya. Scopophilia juga
bisa disebut sebagai sebuah kenikmatan seksual dengan melihat objek seksualnya
tanpa diketahui bahwa objek seksualnya sedang diintip.
Freud berpendapat bahwa kehidupan manusia dikontrol oleh dua jenis hasrat yaitu
the life drive (Eros) dan death drive (thanatos). Scopophilia
termasuk ke dalam hasrat life drife yang mengandung hasrat libido. Setiap
tindakan manusia adalah tindakan pemenuhan akan hasrat tersebut. Tokoh
laki-laki yang mengintip si pelacur dari jauh adalah sebuah tindakan yang
bertujuan untuk memenuhi hasrat life drive nya. Ketika dia mengenal
sosok si pelacur tersebut hasrat libido nya mulai muncul.
Tindakan-tindakannya ketika melihat atau bertemu dengan si pelacur dikontrol
oleh hasrat seksualnya. Beberapa adegan yang ditampilkan dalam film adalah si
laki-laki yang melihat si pelacur dari jauh. Dia melihat si pelacur yang berada
di dalam kostnya dari sudut tempat kost si laki-laki. Ada adegan ketika si
pelacur sedang berjalan dan si laki-laki mengamatinya dari sudut warung.
Adegan-adegan ini menunjukkan perilaku scopophilia si laki-laki dalam
hubungannya dengan si pelacur. Si laki-laki mempunyai hasrat seksual yang
berusaha untuk dipenuhinya. Dengan melakukan tindakan mengintip/mengamati si
pelacur hasrat seksuanya bisa terpuaskan.
Sadomasochism
Sadomasochism terdiri dari dua terminologi yaitu sadism dan masochism.
Sadism adalah sebuah kenikmatan yang merupakan hasil dari akibat penderitaan,
kesakitan, kekejaman dan penyiksaan. Kenikmatan ini diperoleh dengan melakukan
tindakan sadistic terhadap lawannya. Masochism hampir sama pengertiannya dengan
sadism namun berbeda posisi. Masochism cenderung bersifat pasif. Jadi seorang
masochist adalah seseorang yang mengalami kenikmatan dari menerima penyiksaan, kesakitan
dan kekejaman. Lalu kemudian muncul terminologi sadomasochism yang menurut
psikologi termasuk ke dalam sexual disorder.
Sebuah disorder berarti tindakan yang menyimpang dari batas normal.
Psikologi memiliki ukuran normal tersendiri dalam memaknai sadomasochism
sebagai sexual disorder. Karena berhubungan dengan seksual maka
sadomasochism terjadi saat berhubungan seks dengan lawannya. Dalam berhubungan
seks seorang sadomasochism melakukan tindakan penyiksaan terhadap lawan
mainnya. Dia belum merasa puas jika lawan mainnya tidak menderita karena
siksaannya. Seorang masochism juga bisa berada dalam posisi pasif. Dia mencapai
kenikmatan seksnya ketika dia mengalami penyiksaan dari lawannya. Semakin
merasa tersiksa maka kenikmatannya akan semakin memuncak.
Dalam film Kamar 69 ada unsur sadomasochism yang coba
dimunculkan. Ada adegan ketika si pelacur disewa oleh seorang pelanggan.
Pelanggan tersebut berani membayar berkali lipat untuk menyewa si tokoh pelacur
tersebut. Tanpa disadari oleh si tokoh pelacur bahwa pelanggannya adalah
seorang sadomasochist mereka langsung pergi ke kamar. Terjadilah di sana sebuah
praktik sadism yang dilakukan oleh si pelanggan. Dia menyiksa si pelacur selama
berhubungan seks dengannya. Menurut analisa psikologi si pelanggan tersebut
mempunyai sexual disorder. Dalam hubungan seks antara si pelanggan dan si
pelacur tidak terjadi hubungan sadomasochism. Hubungan seks yang berarti
hubungan antara sadist dan masochist. Hubungan seks antara si
pelanggan dan si pelacur tersebut adalah hubungan antara sadist dan
wanita normal. Sehingga yang mencapai kenikmatan bukanlah keduanya
tetapi hanya si pelanggan tersebut. Si pelacur merasa kesakitan dan tidak
mengalami kenikmatan atas penyiksaan si pelanggan. Sadism termasuk dalam death
drive yaitu hasrat yang berhubungan dengan emosi negative seperti
ketakutan, kemarahan dan kebencian. Pemuasan hasrat kemarahan dan kebencian si
tokoh pelanggan tersebut ditunjukkan dengan bentuk praktik sadism terhadap si
pelacur.
Nomor 69
Segala sesuatu di dunia ini adalah tanda. Dan makna sebuah tanda tidak baku dan
tetap tetapi bisa berbeda tergantung hubungannya dengan tanda yang lain.
Begitulah menurut perspektif semiotika. Begitu juga dengan sebuah bahasa bahwa
suatu makna itu tidak baku dan makna penuh diperoleh melalui hubungannya dengan
makna yang lain. Dalam teori Saussure mengenai semiology bahwa tanda
tersusun melalui dua unsur yaitu penanda dan petanda. Unsur yang membentuk
tanda itu bersifat baku. Tetapi kemudian Roland Barthes mengembangkannya bahwa
sebuah makna tanda tidak selalu baku karena di dalam penanda dan petanda ada
unsur petanda lain/baru yang mempengaruhi makna tanda tersebut sehingga dia
menyebutkan ada makna tanda denotasi dan konotasi. Denotasi cenderung kepana
makna baku. Sedangkan dalam sistem tanda kedua yaitu konotasi petanda lain
muncul sehingga dia menyebutnya sebagai mitologi.
Memahami makna 69 akan terasa biasa jika kita memaknainya dalam standar
kebakuan makna yaitu dua nomor 6 dan 9. Tetapi jika nomor 69 tersebut dimaknai
secara mitologi maka maknanya bukan lagi hanya nomor belaka tetapi ada petanda
lain yang membuatnya mempunyai makna baru. Nomor 69 adalah sebuah tanda yang
terdiri dari penanda dan petanda. Penandanya adalah entitas 69 dan petandanya
adalah konsep-konsep yang melekat di dalam entitas tersebut yaitu angka setelah
5 dan sebelum 7 yaitu 6 dan angka setelah 8 dan sebelum 10 yaitu 9. Menurut
Barthes petanda tersebut adalah konsep yang berada dalam tahap denotasi. Ketika
dalam tahap konotasi atau sistem tanda kedua maka petanda baru muncul untuk
melengkapi makna tanda 69.
Apakah sebenarnya mitos tanda 69 tersebut?. Tanda 69 memunculkan makna mitologi
yaitu suatu posisi dalam berhubungan seks. Petanda barunya adalah konsep posisi
seks yang berbentuk 69. Di dalam Kamasuta posisi ini disebutkan yaitu ketika
pasangan seks meletakkan mulut dengan kelamin pasangannya. Posisi saling
menindih dan mencium kelamin satu sama lain. Posisi 69, dalam bahasa
Perancis disebut soixante-neuf, adalah posisi seksual di mana mulut dua
orang terletak di dekat alat kelamin masing-masing, melakukan seks oral. Nomor
69 cenderung dimaknai sebagai posisi dalam berhubungan seks daripada dimaknai
sebagai sebuah nomor yang menunjukkan posisi kamar di sebuah hotel. Mitos dalam
nomor 69 adalah sebuah bentuk pemaknaan lain terhadap tanda. Makna yang
cenderung tidak baku tetapi lebih dalam mencari sebuah makna tanda yang utuh
dan tersembunyi dibaliknya.
Testimoni
Saya melihat ada suatu kesatuan konsep ide yang matang dan
utuh dari film Kamar 69. Elemen-elemen ide yang membangunya adalah suatu
bentuk eksperimen dari pembuat ide. Memang dalam mengkonsep sebuah ide kita
harus berani bereksperimen dengan elemen-elemen yang plural. Karena berani
bereksperimen mennjukkan bahwa pertaruhan dan pertarungan sebuah ide muncul
dalam penyajiannya kepada penonton. Penonton juga akan mengalami eksperimen
ide-ide tersebut dan meresponnya dengan pendapat yang berbeda-beda. Sehingga
membuat sebuah film menjadi lebih kompleks kari dimaknai dari berbagai arah
yang berbeda.
Dalam menyatukan elemen-elemen tersebut membutuhkan sebuah kecerdasan dari film
maker dalam mengolahnya. Terkadang jika elemen-elemen tersebut tidak pas
dalam mengolahnya maka yang terjadi adalah menghancurkan ide pokok atau
gagasan. Karena sebuah elemen itu berawal dari tanah, pondsi, atap hingga
aksesoris2 rumahnya. Jika dalam menyatukan elemen-elemen tersebut tidak pas
maka akan menghancurkan bangunan rumah tersebut. Saya melihat ada sebuah
keberhasilan dalam membangun kesatuan ide dalam film Kamar 69. Elemen-elemen
seperti mental disorder, fenomena sosial dan permainan tanda adalah sebuah
eksperimen ide yang dimasukkan dalam pergolakan antar karakter-karakter yang
berbeda.
Kuatnya karakter si pelacur juga di dukung oleh elemen-elemen yang
menyertainya. Mental disorder memperkuat sosok pelacur yang dramatis dan
ironis. Kehidupan pribadi dan sosialnya diwarnai dengan elemen-elemen yang
membangun sosoknya sebagai seorang pelacur yang naas. Pergolakan batinnya
dibentuk dari sudut pandang tokoh-tokohnya dari mulai pelanggan-pelanggannya,
si laki-laki yang mengintip hingga si germo.
Permainan tanda yang asik dengan mitos 69 menyempurnakan kesatuan ide cerita
tentang fenomena prostitusi. Mitos yang merujuk kepada posisi dalam berhubungan
seks menambah dramatis tentang sosok dibalik kamar 69. Permainan tanda ini juga
menjadi penyelesaian akhir dari cerita yang ditampilkan dalam film Kamar 69.
Dan memunculkan sosok sang penyambung nyawa di balik kamar 69. Sebuah
bentuk finishing yang cemerlang.
Bersambung
(Kritikan film Kamar 69)